Jumat, 29 Oktober 2010

HENING


Malam itu, ya, ketika bulan bermenung di gelapnya angkasa
Hari itu, ya, ketika Surabaya membara
Masih terngiang di kepalaku ini, saat itu, ya, saat itu
Saat ia duduk di pangkuanku,
Diam

Malam itu, ya, ketika pohon kelapa tunduk ke tanah
Hari itu, ya, ketika jalanan penuh darah
Masih terngiang di kepalaku ini, saat itu, ya, saat itu
Saat Sekutu masuki kota kebanggaanku
Bertempur

Waktu itu, ya, saat kami kalah
Waktu itu, ya, aku masih ingat
Duduk di pangkuanku, orang yang kukasihi
Diam, hening, menahan nafas, orang yang kucintai
Ya, saat darah mengalir di dahinya, saat air mata mengalir di pipiku

Air mata campur debu
Darah campur peluh
Peluh dahiku, peluh yang pilu
Ya, saat ia mati
Ya, saat ia pergi, dariku

Air mata yang mengalir
Tidak deras , hanya setetes saja
Setetes kedengkian
Pada bangsa dan negara
Bukan, bukan bangsa Indonesia, tapi si keparat Belanda

Malam itu, ya, malam itu, saat deru meriam membisingkan langit
Malam itu, ya, malam itu, saat saat Surabaya jadi abu
Masih kuingat pedihnya hatiku
Masih kuingat sakitnya batinku
Ya, kekasihku tercinta yang pergi

Saat lolongan manusia kalahkan serigala
Saat kepala berserakan di jalanan
Saat teriakan mereka penuhi  rimba
Rimba peperangan, ya, peperangan
Dan aku terdiam di sini, dengan dirinya duduk di pangkuanku

Masih kuingat pula tangisku
Bukan tangis sembarang tangis
Tangis kepedihan
Begitu menyakitkan
Mengiris luka di hati

Masih kuingat wajahnya
Wajah yang pucat
Seakan berkata padaku,
Keparat mereka!
Dalam hening

Memang benar perkataannya,
Dalam hening
Memang benar kecamnya,
Dalam jazad yang mati
Memang benar orang-orang putih itu keparat

Dan, saat ini, ya, saat ini
Saatku mengingat masa lalu itu
Kekasihku, seorang prajurit
Bukan jendral, hanya seorang kopral
Ya, aku di sini, kekasihnya, berbaring, diam, menunggu

Ya, aku di sini, kekasihnya
Ya, aku, kekasihnya
Ya, aku, aku yang mencintainya
Saat diam, menunggu, menunggu sesuatu
Keheningan malam

0 komentar:

Posting Komentar